Ungkapan bijak berbunyi "Manusia hidup dengan masalah dan karena masalah itu pula manusia menjadi hidup"
Ungkapan ini memberi pemahaman kepada kita bahwa kehidupan manusia secara sunnatullah selalu diwarnai dengan berbagai masalah. Tujuan Allah menghadirkan masalah tidak lain adalah untuk menguji ketangguhan seseorang dalam menjalani kurikulum kehidupan.
Masalah adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam perjalanan hidup, setiap individu pasti dihadapkan pada berbagai macam ujian, baik yang bersifat fisik, emosional, maupun spiritual. Dari perspektif ontologi, masalah bukanlah sekadar hambatan yang menghalangi langkah manusia, tetapi merupakan elemen mendasar yang menjadikan hidup memiliki makna dan tujuan. Masalah adalah katalisator pertumbuhan dan jalan bagi manusia untuk mencapai kebijaksanaan.
Dalam perspektif ontologi, eksistensi manusia dipahami melalui hubungan dengan berbagai pengalaman hidup, termasuk masalah. Tanpa masalah, keberadaan manusia akan kehilangan dinamika dan arah. Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa ujian hidup adalah cara Allah mendidik hamba-Nya. Cobaan dan tantangan diberikan agar manusia tidak terlena dalam zona nyaman, melainkan terus bergerak, berpikir, dan bertumbuh.
Masalah juga menjadi sarana untuk menumbuhkan kedekatan dengan Allah. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa dikehendaki Allah menjadi orang yang baik, maka ia akan diberi cobaan oleh-Nya” (HR. Bukhari). Dalam hadis ini, jelas bahwa ujian bukanlah tanda kemurkaan Allah, melainkan bentuk kasih sayang-Nya. Ujian membantu manusia untuk merefleksikan kelemahan diri, memohon pertolongan, dan memperbaiki hubungan dengan Sang Pencipta.
Dalam perspektif ontologis, masalah memiliki makna mendalam dalam membentuk karakter dan jati diri manusia. Kehidupan tanpa tantangan akan kehilangan esensi eksistensialnya. Masalah memaksa manusia untuk berpikir kritis, mengevaluasi pilihan, dan mengambil keputusan. Dalam proses ini, manusia menemukan siapa dirinya dan apa tujuan hidupnya.
Martin Heidegger, seorang filsuf eksistensialis, menyatakan bahwa manusia adalah being-in-the-world (makhluk yang berada di dalam dunia). Sebagai makhluk yang sadar akan keberadaannya, manusia selalu berhadapan dengan keterbatasan dan tantangan. Dari perspektif ini, masalah adalah bagian alami dari keberadaan manusia yang harus diterima dan diatasi.
Namun, masalah tidak hanya berfungsi sebagai tantangan. Masalah juga membuka pintu bagi manusia untuk melihat hidup dari sudut pandang yang lebih luas.
Ketika seseorang dihadapkan pada kesulitan, ia belajar untuk bersyukur atas hal-hal kecil, memperkuat hubungan dengan sesama, dan mencari hikmah di balik setiap peristiwa. Dengan demikian, masalah adalah guru terbaik dalam perjalanan hidup manusia.
Salah satu cara untuk melihat masalah sebagai jalan hidup adalah dengan mencari makna di baliknya. Viktor Frankl, seorang psikiater dan penyintas Holocaust, dalam bukunya Man’s Search for Meaning, menyatakan bahwa manusia dapat bertahan dalam situasi terberat sekalipun jika ia menemukan makna dalam penderitaannya. Pandangan ini sejalan dengan ajaran Islam yang mengajarkan bahwa setiap ujian memiliki hikmah (QS. Al-Insyirah: 5-6). Ayat ini menegaskan bahwa di balik setiap kesulitan, selalu ada solusi dan pelajaran berharga. Ujian adalah cara Allah membentuk manusia menjadi pribadi yang lebih kuat, lebih sabar, dan lebih bijaksana.
Masalah tidak hanya perlu diterima, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk tumbuh. Dalam dunia modern yang penuh dinamika, kemampuan untuk melihat masalah sebagai tantangan dan kesempatan adalah salah satu keterampilan terpenting. Ketika seseorang mampu mengubah masalah menjadi peluang, ia tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang. Tidak diberikan predikat Ulul Azmi kepada para nabi dan rasul kecuali mereka itu telah lulus dari berbagai badai dahsyat yang datang menghadang dan menimpa mereka.
Sungguminasa 23 Desember 2024