Perayaan Maulid; Untuk Apa?

  • 07:18 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Saat ini masyarakat muslim khususnya di Indonesia sedang memperingati hari kelahiran Nabi. Berbagai model perayaannya mewarnai dinamika kehidupan beragamaan di tengah masyarakat. Ada yang hanya sekadar diisi dengan ceramah agama, ada pula semacam festival, dan seminar, ada pula perayaan maulid yang dikombinasikan dengan kearifan lokal (budaya), disertai dengan pembacaan syair yang terdapat di dalam kitab al-Burdah, Barzanji, Syimth Dhurar, Syraf al- Anam, al-Dibai, dan lain-lain.  Peringatan maulid sesungguhnya wujud kecintaan kepada Nabi yang sejatinya berimplikasi kepada perbaikan kualitas iman.  Nabi memang menjadi teladan semesta dan referensi kehidupan bagi manusia, khususnya umatnya. Allah swt menyatakan bahwa Nabi merupakan rahmat bagi semesta 

Sayyidina Ali pernah mengurungkan aksinya untuk membunuh musuhnya di saat duel (satu lawan satu) dalam sebuah peperangan hanya karena lawannya meludahi wajahnya di saat dia ingin menghunjamkan pedang ke dada musuhnya. Sang musuh bingung dan bertanya kenapa Ali kenapa membatalkan niat untuk membunuhnya? Ali menjawab bahwa tujuannya berperang hanya semata-mata karena Allah (perang di jalan Allah), tetapi di saat ludah  mengenai wajahnya, dadanya bergemuruh, hatinya panas dan emosi  memuncak. Akhirnya Ali membatalkan niatnya untuk membunuh, sebab jika dia lakukan, perbuatannya bukan lagi jihad fi sabilillah, tetapi membunuh atas dasar dendam, kemarahan dan emosi.


Panglima perang Amru bin Ash pernah menunda peperangan menyerang musuh hanya disebabkan di atas tendanya ada seekor merpati yang sedang bertelur. Dia perintahkan kepada prajuritnya untuk menunda penyerangan hingga merpati tersebut menetas, sebab ia khawatir akan mengganggu kelangsungan kehidupan anak-anak burung merpati tersebut.

Penggalan cerita sejarah di atas menunjukkan betapa Islam yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad saw merupakan agama penuh dengan kerahmatan. Ajarannya telah menyatu dalam diri para sahabat atau pengikutnya. Dalam kondisi peperangan sekalipun, Nabi mengajarkan   ijtihad dan  mujahadah yang mengedepankan cinta kasih atas dasar pertimbangan logis dan terukur serta semangat keadilan, humanisme dan kearifan. Artinya jika para sahabat dekatnya saja memiliki sifat yang mulia, apalagi Nabi Muhammad saw selaku teladan mereka, tentu memiliki keagungan budi pekerti yang begitu luar biasa.

Itulah sebabnya, seorang penulis Barat Michael Hart pada tahun 1978 membuat analisis dan tulisan yang menempatkan Nabi Muhammad saw di urutan pertama dalam seratus tokoh yang paling berpengaruh di dunia. ”...dari seratus orang itu saya susun urutannya menurut bobot arti pentingnya, atau dengan kata lain diukur dari keseluruhan peran yang dilakukannya bagi umat manusia..”demikian tulis Michael Hart. (Michael Hart: Seratus Tokoh...:13)

Tidak ada seorang tokoh pemimpin di dunia saat ini yang pengaruhnya begitu besar menyamai ketokohan Muhammad saw. Namanya setiap detik disebut oleh umatnya. Kuburannya setiap saat pula dikunjungi oleh para peziarah seantero dunia. Dia adalah seorang seorang pemimpin yang ”tak terdefinisi”. Artinya, tidak ada sebuah rangkaian kata dan kalimat yang cukup untuk menggambarkan kesempurnaan kepribadiannya. Karena itu,  Michael Hart lebih jauh menyatakan bahwa Muhammad bukan semata pemimpin agama, tetapi juga pemimpin dunia. Pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu. 

Nabi Muhammad saw merupakan seorang pemimpin yang begitu dicintai oleh pengikutnya. Ikatan emosi kecintaan ini merupakan efek balik dari sifat kasih-sayangnya kepada umatnya. Menurut Imam al-Razi, kasih sayang Muhammad tidak saja diberikan kepada orang muslim tetapi juga non muslim. Selama kepemimpinannya hak-hak sipil baik muslim maupun non muslim sangat terjaga. Ia pernah bersabda: ”Barang siapa menyakiti ahl al-zimmah –baca non muslim-, maka ia tidak termasuk golonganku” (Nurcholis Madjid: Islam Doktrin..; 38).Toleransi beragama diikat oleh konstitusi Piagam Madinah yang memberikan ruang untuk berbeda tetapi tetap dalam koridor persatuan. Kasih sayang kepada umatnya hampir-hampir melebihi sayangnya kepada dirinya sendiri. Karena itu, dalam sebuah riwayat Nabi pernah meminta malaikat Izrael (Pencabut nyawa) agar memindahkan sakitnya kematian kepadanya, agar umatnya tidak merasakan dahsyatnya kematian tersebut.

Sosok Nabi Muhammad juga dipercaya. Sejak kecil dia dikenal dengan  gelar  al-Amin (terpercaya), sebuah gelar terhormat yang hingga saat ini boleh jadi belum ada seorang tokoh pun yang dianugerahi gelar kehormatan ”terpercaya”. Sifatnya yang senantiasa ingin membimbing semakin menambah kepercayaan dan kecintaan umat kepadanya. Hampir semua contoh teladan, baik dalam perkataan maupun perbuatannya diabadikan  dalam sebuah referensi monumental yaitu kitab hadis yang tersebar di dalam masyarakat.

Ketokohan Nabi sebagai pemimpin abadi juga tidak lepas dari keberhasilan Nabi  menyiapkan kader. Begitu banyak orang sukses di seantero dunia ini, namun kesuksesan itu hanya melekat pada dirinya dan saat dia menjadi pemimpin. Setelah dia wafat, atau tidak lagi memimpin, kesuksesannya itu tidak berlanjut, karena dia tidak memiliki sistem kaderisasi yang handal yang dapat meneruskan kesuksesan pendahulunya. Berapa banyak  perusahaan, insitusi, bahkan negara mengalami kemunduran bahkan kehancuran akibat ketiadaan kader yang profesional.

Agar agama Islam tetap berkembang, Nabi menyiapkan kader-kadernya yang handal dan tangguh. Tercatatlah dalam sejarah tokoh-tokoh seperi Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali yang kemudian melanjutkan kepemimpinan Nabi. Di tangan mereka inilah Islam kemudian menyebar ke seluruh wilayah Timur Tengah, sehingga pada kala itu Islam bukan hanya sebatas sebuah agama tetapi sudah menjadi sebuah kekuatan ideologi dan politik.

Sistem demokrasi yang dibangun Nabi telah membongkar tradisi kepemimpinan tribalisme yang sudah berakar dan mendarah daging di kalangan bangsa Arab. Robert N. Bellah bahkan menyatakan bahwa sistem demokrasi dalam kepemimpinan Nabi Muhammad sesungguhnya telah melampaui ruang dan zamannya.  Keadilan hukum ditegakkan dengan seadil-adilnya, bahkan dia pernah berkata; ”Andaikata Fatimah binti Muhammad mencuri, maka pasti aku potong tangannya”. Hadis ini menunjukkan komitmen Nabi terhadap penegakan hukum, sebab menurut Nabi rusaknya kehidupan disebabkan hukum tidak berpihak kepada masyarakat kecil.  

Hari-hari ini, umat Islam memperingati kelahirannya. Semoga hikmah kehidupannya dapat mengukir dan melukis nilai indahg di dalam hati dan jati dirinya  pengikutnya; kebenaran, kedisplinan, kejujuran, keberanian, keadilan, tanggung jawab, kasih-sayang dan keramahan menjadi standar dan prinsip dalam kehidupan 

Sungguminasa 23 September 2024