Seorang ibu menceritakan kepadaku tentang bunga Teratainya yang indah yang dia simpan di sudut ruang tamunya. Menurutnya, bunga teratai itu meski berada di dalam air yang kotor, tetapi ia tetap hidup, mengeluarkan bunga yang indah, putih, dan bersih.
Cerita ibu tentang bunga ini kemudian mengingatkan saya kepada sebuah kota dingin di dataran tinggi Kabupaten Gowa. Malino namanya. Kota ini dikenal dengan sebutan The City of Flowers, sebab di sini banyak tumbuh aneka bunga yang indah yang dapat djadikan bunga hias untuk memberi nilai artistik dan aestetik sebuah rumah. Setiap orang yang ke sini biasanya tidak lupa berburu mencari aneka bunga untuk dibawa pulang
Bunga banyak ragamnya; ada bunga Mawar, Melati, Seroja, Sakura, dan lain-lain. Kesemua bunga itu umumnya menyenangkan bagi yang melihatnya. Bunga bisa hidup di dataran rendah, di dataran tinggi, di tanah luas, di tanah di dalam pot, di air, bahkan di sabut kelapa sekalipun. Bunga dicari dan diburu untuk berbagai macam hiasan, baik hiasan rumah, kantor, hingga urusan perkawinan, bahkan bunga dijadikan sebagai simbol cinta atau kasih sayang.
Lalu apa sebabnya bunga disenangi dan digemari? Dalam perspektif filosofis, bukan karena warnanya, jenisnya, besar atau kecilnya, tetapi karena rona kelembutan dan keindahan yang dimilikinya sebagai Tajalli Allah al-Lathif (Maha Lembut) dan Allah al-Badi (Maha Indah). Keindahan dan kelembutan yang ditampilkannya bukan karena cat warna yang menghiasinya, tetapi karena naturalitas (alamiyah) warna yang menjadi jati dirinya.
Karena itu, jadilah seperti bunga yang senantiasa dibutuhkan orang lain karena manfaat yang diberikannya. Hiasilah diri dengan keindahan dan kelembutan sikap alamiah sebagai inner beauty dalam kehidupan. Jadilah manusia yang bisa bergaul dimana dan kapan pun seperti bunga yang bisa tumbuh di mana-mana. Jangan menjadi manusia ekslusif yang akhirnya menyempitkan makna dan nilai “kemanusiaannya”. Manusia sejatinya mampu melokalisir dirinya dari pengeruh lingkungan yang negative. Jadilah seperti bunga Teratai yang tetap tumbuh, lalu berbunga dengan bunga yang putih, bersih dan berseri, meski terkadang hidup di air kotor.
Lihatlah bunga sakura yang memiliki kedalaman filosofis. Bunga sakura memiliki makna yang kompleks dan simbolik dalam budaya Jepang. Bunga sakura melambangkan kehidupan, kematian, dan pembaruan, serta mengingatkan manusia akan keindahan alam dan kehidupan yang singkat. Mekarnya bunga sakura hanya dalam waktu yang sangat singkat, sekitar satu minggu, menggambarkan kehidupan manusia yang juga sementara. Bunga sakura juga mengajarkan kita untuk menghargai setiap momen dalam hidup, karena seperti bunga sakura, kehidupan juga berlalu begitu cepat.
Ada tiga hal yang perlu menjadi refleksi di hari Jumat mulia ini; Pertama, hidup ini bukan tentang bagaimana kita berawal atau berasal, tetapi bagaimana kelak kita akan berakhir, Kedua, hidup ini bukan tentang seberapa besar atau ringan masalah yang dihadapi tetapi tentang sebera luas dan lapang hati kita merespon sebuah masalah. Ketiga, hidup ini bukan tentang seberapa banyak harta dan investasi yang dimiliki, tetapi seberapa banyak manfaat yang dihasilkan dari kekayaan tersebut, baik untuk diri, keluarga, masyarakat, agama maupun negara. Saat ini kehidupan dunoa adalah nyata dan kehidupan akhirat adalah cerita. Kelak kehidupan akhirat adalah nyata dan kehidupan dunia hanya cerita. Maka hiasilah kehidupan duniamu dengan cerita-cerita indah penuh makna.