Badan Narkotika Nasional (BNN) merilis bahwa penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja makin meningkat. Ada peningkatan sebesar 24 hingga 28 persen remaja yang menggunakan narkotika di Indonesia. Sedangkan angka penyalahgunaan Narkoba di kalangan milenial pada 2023 (dari 13 ibukota provinsi di Indonesia ) mencapai angka kurang lebih 2,5 juta orang. Salah satu kelompok masyarakat yang rawan terpapar penyalahgunaan narkoba adalah mereka yang berada pada rentang usia 15-35 tahun.
Atas dasar data di atas, rasanya masyarakat harus secara kolektif melakukan jihad memerangi narkoba, miras dan sejenisnya agar bangsa ini terhindar dari kehancuran generasi (lost generation). Diperlukan sebuah upaya sungguh-sungguh baik dari pemerintah masyarakat, dan ormas untuk secara kolektif melakukan jihad akbar terhadap pemberantasan narkoba.
Istilah jihad dalam konteks ini tentu tidak selalu merujuk kepada peperangan (fi sabilillah) melawan musuh, akan tetapi dalam konteks agama perang melawan kemiskinan dan kebodohan juga dipandang sebagai jihad. Ibn Rusyd menyatakan bahwa jihad adalah mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapai rida Allah (Ibn Rusyd: Muqaddiman:259). Al-Barusawi memberikan makna jihad sebagai upaya menghilangkan sifat egoisme untuk menciptakan kedamaian (al-Barusawi: Ruh al-Bayan: 388). Al-Fairuz Abadi berpendapat bahwa jihad merupakan pengorbanan dengan segala kemampuan baik dengan tenaga maupun dengan perkataan (al-Fairuzabadi: Qamus al-Muhit: 296). Dengan demikian, jihad merupakan sebuah ikhtiar sungguh-sungguh dengan mengerahkan segala potensi dan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan, khususnya dalam memperjuangkan kebenaran, kebaikan dan keluhuran, serta memerangi kemunkaran, kemiskinan dan kebodohan.
Agama melarang dengan tegas peredaran zat semacam ini. Itulah sebabnya, dalam perspektif agama, yang diharamkan bukan saja yang mengonsumsi, tetapi pengedar, penjual, pembuat dan sejenisnya. Hal ini dinyatakan oleh Nabi saw. dalam sabdanya: Allah melaknat khamar dan melaknat orang yang meminumnya, yang menuangkannya, yang membuatnya, yang minta dibuatkan, yang membeli, yang menjual, yang membawa, yang minta dibawakan dan yang makan harganya (H.R. Ahmad)
Tentu saja terdapat banyak alasan kenapa zat seperti itu diharamkan oleh Allah. Pertama, zat seperti ini dipandang oleh agama sebagai barang najis, sementara Islam sangat melarang umatnya bersentuhan dengan hal-hal yang najis (QS. al-Maidah/5; 90). Kedua, perbuatan mengonsumsi obat terlarang dianalogikan sebagai perbuatan setan yang seringkali menjurus kepada kejahatan/kriminalitas. Ali Al-Shabuni, mengomentari QS. Al-Maidah/5:91, menyatakan bahwa mengonsumsi khamar atau zat sejenisnya dapat membawa manusia kepada kejahatan dan bahaya besar, sebab setan memang tidak menghendaki terjadinya kedamaian dalam kehidupan manusia. Ketiga, agama mewajibkan manusia untuk menjaga/memelihara lima hal penting dalam kehidupan yaitu; (1) agama, (2) jiwa, (3) keturunan, (4) harta, dan (5) akal. Orang-orang yang terlibat dalam narkoba atau sejenisnya berarti dia telah menghacurkan jiwa dan akal pikirannya. Sudah sering kita mendengar sejumlah orang tewas sebagai efek overdosis miras dan narkoba, atau para pengguna narkoba kehilangan daya akalnya sehingga harus diterapi bertahun-tahun.
Sejak 14 abad yang lalu, Nabi Muhammad saw menyatakan bahwa miras dan sejenisnya merupakan biang kejahatan/ummul khabais (H.R. Hakim dan Baihaki). Dia menyatakan bahwa setiap yang memabukkan itu haram, baik kadarnya banyak atau sedikit. Dengan demikian, keharamannya mutlak/qath’i, tidak ada ikhtilaf (khilafiah) yang dapat membuka ruang untuk diperdebatkan.
Penggunaan miras, narkoba dan sejenisnya mendatangkan banyak mudarat baik secara individu maupun sosial. Para pecandu akan mengalami GMO (Gangguan Mental organis) yaitu sebuah kondisi di mana pemakai mengalami perubahan tingkah laku seperti cepat marah, kasar, susah konsentrasi, bicara melantur dan mudah tersinggung.
Atas dasar sejumlah pengalaman yang telah terjadi, didukung oleh aturan agama, serta efek samping fisik dan phsychis dari penyalahgunaan obat-obatan terlarang ini, maka Pemerintah selaku penguasa mestinya harus lebih proaktif dalam mengatasi penyakit sosial ini, dengan memperkuat regulasi untuk menghapus miras, narkoba dan sejenisnya.