Tadi subuh saya ceramah di masjid al-Rahman di Jl. Ence Dg Ngoyo di bilangan Panakukang. Sebelum masuk ke masjid saya terlebih dahulu masuk ke toilet dan saya mengeluarkan hp dari saku baju meletakkannya di atas box (wash hand). Sengaja saya keluarkan hp dari saku karena belajar dari pengalaman seorang sahabat yang hp nya jauh di toilet dan masuk ke air.
Selesai dari toilet, lalu saya masuk ke masjid dan duduk di shaf bagian depan. Tiba-tiba ada seorang remaja (tampaknya masih duduk di SD) datang menghampiri saya dan menyerahkan hp kepada saya. …Ini hp Bapak tertinggal di toilet. Saya pun mengucapkan terimakasih atas ketulusan dan kejujuran anak tersebut seraya mendoakan semoga dia menjadi pemimpin yang adil dan jujur di masa mendatang. Saya tidak bisa membayangkan sekiranya yang masuk ke toilet setelah saya adalah orang yang tidak jujur, hampir dipastikan hp saya akan hilang melayang. Bagi kita, persoalan utamanya bukan pada kehilangan hp nya, tetapi kita akan banyak kehilangan data yang tersimpan di dalamnya.
Saya teringat dengan hasil survey kantin kejujuran yang ditebar di 65 sekolah di beberapa kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Survery serupa juga dilakukan di beberapa wilayah di luar sulsel, untuk mengukur tingkat kejujuran anak-anak sekolah. Setelah kurang lebih 6 bulan lamanya kantin kejujuran berada di sekolah, lalu memudian diadakan audit keuntungannya. Hasil survey menunjukkan bahwa yang kantin kejujuran yang mendapatkan keuntungan hanya di SD, sementara kantin yang ada di SMA mengalami kerugian.
Dari kasus ini saya bisa menyimpulkan bahwa manusia semakin dewasa semakin melupakan sifat otentiknya berupa kejujuran yang pernah Allah titipkan kepada manusia sebagai sebuah amanah. Memang jika kita ingin membedakan mana yang lebih kuat nilai kejujuran antara orang dewasa dan anak-anak. Jawabannya anak-anak pasti lebih jujur dari orang dewasa. Itu sebabnya kasus korupsi atau penipuan lebih banyak terjadi pada orang dewasa. Mereka sudah melupakan fitrah kejujuran yang Allah tanamkan dalam kehidupan sebagaisalah satu esensi agama.
Kemajuan sebuah bangsa tidak ditentukan oleh umur sebuah negara, juga bukan oleh agama apa yang dianut oleh penduduknya, tetapi kemajuan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh karakter penduduknya. Lihatlah bagaimana Jepang membangun negaranya yang hingga saat ini bersaing dengan Barat. Negara ini bukanlah negara subur seperti negara Indonesia. Jepang hanya 20 % ditumbuhi oleh tanaman, sisanya adalah pegunungan. Tetapi jepang mampu menjadi negara yang mengatur peradaban dunia. Karakter jujur dan disimpin menjadi core values of life.
Saat Jepang mengalami sunami pada 11 Maret 2011 yang menewakan kurang lebih 30 ribu jiwa dan memorakporandakan bangunan dan infratruktur. Perdana Menteri Naoto Kan meminta waktu dalam 6 bulan untuk memperbaiki fasilitas. Setelah 6 bulan berlalu, semuanya sudah rampung dan berjalan kembali secara normal, tetapi hanya ada dua kota yang dalam semingga sekali mati lampu akibat reactor nuklir pembangkit listri masih rusak dan belum mampu diperbaiki dengan sempurna. Sebagai bentuk pertanggung jawabannya, Perdaba Menteri Naoto Kan menyatakan mengundurkan diri dari Perdana Menteri. Lalu bagaimana dengan negara kita? Pernahkah anda mengalami mati lampu? Berapa kali dalam sebulan?
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa