Biaya Mahal, Berangkat Gagal, Iman Menebal

  • 09:50 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Niat yang tulus untuk menunaikan ibadah haji adalah langkah awal yang sangat mulia. Dalam Islam, niat yang baik meskipun belum terlaksana, tetap dicatat sebagai pahala di sisi Allah. Sebab Allah Maha Mengetahui isi hati hamba-Nya dan Maha Adil dalam memberikan balasan atas segala niat dan usaha, bahkan ketika takdir berkata lain. Maka ketika seseorang sudah bertekad untuk menjadi tamu Allah, walau akhirnya belum jadi berangkat, sungguh itu bukanlah langkah yang sia-sia.

Salah satu jalur pelaksanaan ibadah haji yang belakangan cukup ramai diperbincangkan adalah haji Furada. Haji Furada adalah jalur keberangkatan haji yang tidak melalui kuota resmi dari pemerintah Indonesia atau jalur Kementerian Agama, tetapi menggunakan visa haji yang langsung dikeluarkan oleh Kerajaan Arab Saudi. Biasanya jalur ini digunakan oleh jemaah yang ingin berhaji tanpa harus menunggu lama dalam daftar antrean haji reguler yang bisa mencapai belasan hingga puluhan tahun.

Karena sifatnya mandiri, haji Furada kerap menjadi pilihan bagi mereka yang memiliki kemampuan finansial lebih dan ingin segera menunaikan rukun Islam kelima. Biaya yang dikeluarkan pun jauh lebih mahal dibanding haji reguler. Namun, daya tariknya ada pada fleksibilitas waktu dan janji keberangkatan yang lebih cepat. Sayangnya, tahun ini, harapan ribuan calon jemaah haji Furada harus pupus. Arab Saudi menutup akses penerbitan visa haji Furada secara mendadak. Dampaknya sangat besar: ribuan jemaah gagal berangkat ke tanah suci, padahal telah mengeluarkan biaya ratusan juta rupiah, bahkan sebagian sudah berada di bandara atau tengah transit.

Duka yang dalam menyelimuti para calon jemaah, juga penyelenggara perjalanan (Travel). Air mata tumpah, hati terasa remuk. Betapa tidak? Setelah menabung selama bertahun-tahun, menjalani berbagai manasik dan persiapan, membayangkan Ka'bah di depan mata, tiba-tiba semua sirna dalam sekejap. Pemilik travel memikirkan bagaimana mengembalikan uang jemaah jika mereka mau mengambil kembali. Rasa kecewa dan sedih tentu manusiawi. Bahkan bagi sebagian, ini bisa terasa seperti mimpi buruk yang nyata. Namun justru di tengah kekecewaan ini, seorang mukmin diuji kadar imannya.

Ada sebagian orang yang bertanya kepada saya, mengapa Allah tidak mengizinkan mereka menjadi tamu-Nya padahal niat sudah kuat, dana sudah tersedia, dan hati sudah begitu rindu? Jawaban dari pertanyaan itu tidak mudah dijelaskan dengan logika dunia. Saya hanya mengutip ayat Al-Qur’an yang telah memberi sinyal bahwa ujian adalah bagian dari skenario Ilahi untuk menguatkan keimanan. Allah berfirman dalam Surah Al-Ankabut ayat 2, “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan: ‘Kami telah beriman’, dan mereka tidak diuji?”

Ya, ini adalah ujian. Bukan karena Allah menolak niat baik para jemaah, tapi karena Allah ingin mempersiapkan tempat dan waktu terbaik bagi mereka. Bisa jadi di musim haji berikutnya, Allah berikan keberangkatan yang jauh lebih lancar, fasilitas yang lebih layak, atau pengalaman spiritual yang jauh lebih menyentuh. Dan di balik semua ini, ada proses refleksi yang begitu dalam. Allah sedang mengajak hamba-Nya untuk menyelami arti kesabaran, keikhlasan, dan ketundukan pada takdir-Nya. Ibarat benih yang tertunda tumbuhnya, tapi kelak akan mekar lebih indah dari yang dibayangkan.

Dalam masa penantian ini, para calon jemaah bisa mengisi waktu dengan memperkuat amalan, memperdalam ilmu tentang haji, serta memperbaiki relasi dengan sesama. Sungguh tidak ada yang sia-sia dalam setiap kejadian yang Allah takdirkan, apalagi jika disikapi dengan hati yang lapang dan iman yang kuat. Kecewa boleh, menangis pun wajar. Tapi jangan sampai rasa kecewa mengikis keyakinan kepada Allah yang Maha Mengetahui segalanya.

Dari kejadian ini kita belajar, bahwa perjalanan menuju Baitullah bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang sarat makna. Mereka yang gagal berangkat tahun ini bukan berarti gagal di mata Allah. Justru bisa jadi mereka sedang disiapkan untuk sebuah ibadah yang lebih agung dan diterima dengan sempurna di waktu yang tepat. Allah tidak pernah menyia-nyiakan air mata para pencari-Nya. Semua akan terbayar lunas dengan rida dan kasih-Nya.

Sebagai penutup, izinkan kutipan ini menjadi penguat hati bagi mereka yang sedang diuji:

"Kadang Allah menunda perjalananmu bukan karena Ia tak ingin kau sampai, tapi karena Ia ingin kau tiba dengan hati yang lebih bersih, iman yang lebih kokoh, dan jiwa yang lebih siap menjadi tamu-Nya."

Sabar bukan berarti diam tanpa rasa, tetapi sabar adalah keyakinan bahwa apa pun yang Allah pilihkan, itulah yang terbaik. Tetaplah bersiap, tetaplah berharap. Karena ketika waktunya tiba, undangan itu akan datang dengan cara yang tak pernah disangka.

Sungguminasa 2 Juni 2025