Menjumpai peminta-minta di perempatan lampu merah itu sudah biasa. Ada yang mengamen, ada yang membersihkan debu dengan sabun bulu ayam (kemuceng), ada yang membawa kotak sumbangan, dan sejenisnya. Pemandangan itu menjadi lumrah dalam keseharian kita.
Tapi ada yang membuat saya risih bercampur kasihan saat menemukan peminta-minta. Risih karena seluruh tubuh mereka dicat silver. Mereka terdiri atas anak-anak dan ibu-ibu. Kasihan karena mereka mungkin menjadi korban eksploitasi.
Fenomena pengemis berbalut cat silver yang beraksi di perempatan lampu merah semakin marak di berbagai kota. Muncul pertanyaan: apakah ini bentuk kreativitas untuk bertahan hidup, atau justru eksploitasi yang harus ditertibkan?
Di satu sisi, aksi ini bisa dianggap sebagai strategi unik dalam mencari nafkah. Dengan modal cat dan sedikit keberanian, mereka dapat mengumpulkan uang dari para pengendara yang terhibur atau merasa iba. Beberapa orang bahkan melihatnya sebagai seni jalanan yang kreatif, mirip dengan "human statue" yang sering ditemukan di kota-kota besar dunia.
Namun, di sisi lain, tren ini menimbulkan kekhawatiran. Banyak dari mereka adalah anak-anak atau remaja yang seharusnya berada di sekolah, bukan mengemis di jalanan dengan risiko kesehatan akibat paparan cat berbahaya. Selain itu, ada indikasi bahwa beberapa dari mereka dimobilisasi oleh pihak tertentu, yang memanfaatkan tren ini untuk keuntungan pribadi.
Fenomena ini pun memicu pertanyaan. Apakah mereka perlu dibantu? Ataukah perlu ada regulasi yang lebih ketat untuk menertibkan aksi ini?
Jika fenomena ini ternyata melibatkan eksploitasi, terutama terhadap anak-anak, maka hal ini bertentangan dengan ajaran Islam. Eksploitasi dalam bentuk apapun, termasuk memperalat orang lain untuk mengemis, sangat dilarang.
Dari perspektif Islam, solusi terbaik adalah memberdayakan mereka dengan pekerjaan yang lebih baik, memberikan pendidikan bagi anak-anak yang terlibat, serta memastikan bahwa tidak ada pihak yang memanfaatkan mereka demi keuntungan pribadi. Islam menekankan pentingnya usaha, kerja keras, dan solidaritas sosial dalam mengatasi masalah seperti ini.
Sungguminasa 9 Ramadhan 1446 H