Era Disrupsi; Perubahan yang Memaksa

  • 05:50 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Era digital telah membawa perubahan dahsyat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kultur, pola keberagamaan, dan worldview. Teknologi digital mengubah cara manusia berinteraksi, bekerja, dan memperoleh informasi. Media sosial, platform streaming, serta kecerdasan buatan memungkinkan akses pengetahuan tanpa batas, tetapi juga menghadirkan tantangan seperti disinformasi dan individualisme.

Dalam aspek keberagamaan, digitalisasi mengubah pola ibadah dan belajar agama. Kajian keagamaan kini tersedia secara daring melalui video, podcast, dan media sosial. Ritual ibadah juga semakin fleksibel dengan adanya siaran langsung dan aplikasi keagamaan. Namun, desentralisasi otoritas agama menimbulkan beragam tafsir yang dapat memperkaya atau justru membingungkan pemahaman keagamaan.

Dari sisi worldview, globalisasi digital mempercepat pertukaran nilai dan budaya. Generasi muda kini lebih terbuka terhadap gagasan dari berbagai belahan dunia, yang bisa memperkaya perspektif atau menimbulkan benturan dengan nilai-nilai tradisional. Relativisme kebenaran juga meningkat, karena individu cenderung memilih informasi yang sesuai dengan keyakinannya.

Secara keseluruhan, era digital menghadirkan peluang besar sekaligus tantangan. Kemampuan beradaptasi secara kritis dan bijak sangat penting agar perubahan ini membawa manfaat tanpa menghilangkan esensi nilai budaya dan spiritual.

Terkait perubahan kultur digital ini, saya teringat bagaimana para pegawai/dosen IAIN/UIN Alauddin biasanya beramai-ramai ke Samata, antri untuk mengambil gaji (saya kira aktivitas yang sama juga terjadi di sejumlah institusi pemerintahan maupun swasta)

Setelah amplop gaji diambil, terdapat beberapa dosen/pegawai yang masih membuka amplopnya lalu menghitung-hitungya. Mungkin saja dia mengecek ulang apakah jumlahnya pas sesuai dengan gajinya, atau jangan-jangan pegawai keuangan salah hitung sehingga kurang atau bisa juga lebih. Ada juga yang masih menghitung sisa gaji karena banyak potongan akibat cicilannya.

Aktivitas seperti berlangsung lama dan menjadi ritual bulanan yang sudah menjadi zona comport dosen/pegawai 

Saat pola penggajian berpindah ke sistem teknologi digital (transfer), sebagian pegawai/dosen merasa tidak nyaman. Mereka kehilangan zona nyaman (comfort zone).Tidak ada lagi ritual perjumpaan bulanan di kantor bendahara. Tidak ada lagi perbincangan yang tersuguh saat mereka antri menunggu atau setelah mendapatkan gaji. Tapi apa mau dikata. Mereka dipaksa dengan regulasi yang berbasis teknologi. 

Suatu hari saya bertanya kepada bagian keuangan kenapa harus berubah. Jawabannya... safety and accuracy. 

Pengalaman saya di agenda pernikahan.  Waktu giliran ceramah saya  tertunda gara-gara uang panaik dihitung secara manual, dan karena selalu tidak pas seperti yang tertulis, akhirnya proses penghitungan selalu diulang-ulang. Pihak laki-laki mengatakan sudah sesuai, tapi pihak perempuan yang menghitung menyatakan tidak sesuai. 

Saya berpikir saat itu semoga suatu hari uang panaik itu bisa berbentuk cashless (non tunai), cukup melalui transfer saja. Lalu bukti transfer itu dilaminating dan disimpan di dalam tempat untuk dibawa uang sebagaimana biasanya.

Ternyata apa yang saya pikirkan menjadi kenyataan. Hari ini sudah banyak agenda perkawinan dimana uang panaik tidak lagi dibawa secara tunai tapi cukup transfer atau pembukaan rekening bank. Inilah bukti bagaimana dunia digital mengubah kultur masyarakat.

Sungguminasa 8 Ramadan 1446 H