Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keberagaman luar biasa, baik dalam hal suku, agama, budaya, maupun bahasa. Keberagaman ini merupakan kekayaan yang harus dijaga agar tidak menjadi sumber perpecahan.
Salah satu cara menjaga persatuan dalam keberagaman adalah dengan menerapkan nilai-nilai kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh leluhur. Kearifan lokal bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur yang mampu mempererat hubungan sosial dan membangun solidaritas di tengah masyarakat yang beragam.
Kearifan lokal merupakan pengetahuan, nilai, dan praktik yang berkembang dalam suatu masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kearifan ini mencerminkan cara masyarakat beradaptasi dengan lingkungannya serta menciptakan harmoni dalam kehidupan sosial. Salah satu fungsi utama kearifan lokal adalah sebagai perekat sosial yang menghubungkan berbagai kelompok masyarakat agar tetap hidup rukun dalam keberagaman.
Tradisi gotong royong, yang menekankan pentingnya bekerja sama tanpa pamrih demi kepentingan bersama misalnya merupakan bentuk kearifan lokal yang sudah terbangun secara kokoh. Di Bali, ada konsep Tri Hita Karana yang mengajarkan keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam. Sementara itu, masyarakat Minangkabau mengenal sistem musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan, yang mencerminkan prinsip demokrasi dan kebersamaan. Pada masyarakat Bugis-Makassar dikenal dengan tudang sipulung.
Nilai-nilai ini tidak hanya mempererat hubungan sosial dalam komunitas tertentu tetapi juga menjadi jembatan untuk membangun solidaritas antar kelompok yang berbeda latar belakang.
Kearifan lokal mengajarkan pentingnya menghormati perbedaan. Sebagai contoh, masyarakat Baduy di Banten memiliki tradisi Seba, yaitu kunjungan tahunan ke pemerintah setempat sebagai bentuk penghormatan dan pengingat akan hubungan harmonis antara masyarakat adat dan pemerintah. Sikap ini mencerminkan bagaimana tradisi dapat menjadi alat untuk memperkuat persatuan dan solidaritas sosial.
Banyak budaya di Indonesia yang mengedepankan nilai gotong royong, seperti mapalus di Sulawesi Utara atau subak di Bali. Gotong royong memperkuat solidaritas sosial karena melibatkan kerja sama tanpa memandang perbedaan. Dalam kehidupan modern, nilai ini tetap relevan, seperti dalam kegiatan kerja bakti di desa maupun komunitas perkotaan.
Beberapa tradisi lokal telah lama mengajarkan toleransi beragama. Contohnya adalah tradisi Grebeg Maulud di Yogyakarta, yang merupakan perayaan hari lahir Nabi Muhammad yang melibatkan berbagai komunitas, termasuk masyarakat non-Muslim. Tradisi ini memperlihatkan bagaimana budaya dapat menjadi media untuk membangun solidaritas sosial di tengah perbedaan keyakinan.
Kearifan lokal juga berperan dalam mengatasi masalah sosial, seperti bencana alam atau konflik sosial. Misalnya, di daerah yang sering terkena bencana, masyarakat memiliki sistem adat dalam menghadapi dan menanggulangi dampak bencana, seperti rambu solo dalam tradisi Toraja yang mengajarkan solidaritas dalam menghadapi kematian dan duka bersama. Kesadaran kolektif ini memperkuat ikatan sosial dan mempercepat pemulihan setelah musibah.
Meskipun memiliki peran penting dalam membangun solidaritas sosial, kearifan lokal menghadapi tantangan dalam era modernisasi dan globalisasi. Banyak generasi muda yang mulai meninggalkan tradisi dan nilai-nilai lokal karena lebih tertarik pada budaya asing. Selain itu, urbanisasi dan perkembangan teknologi juga mengubah pola interaksi sosial, membuat beberapa praktik kearifan lokal semakin terpinggirkan.
Pendidikan dan sosialisasi menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan kearifan lokal. Sekolah, keluarga, dan komunitas memiliki peran penting dalam mengenalkan kembali nilai-nilai tradisional kepada generasi muda. Selain itu, pemanfaatan teknologi digital juga dapat menjadi sarana untuk melestarikan kearifan lokal, misalnya dengan membuat konten edukatif di media sosial atau mengadaptasi nilai-nilai tradisional ke dalam bentuk yang lebih modern.
Meski demikian ada hal yang perlu kita refleksikan bersama. Di era modern ini, tantangan dalam mempertahankan kearifan lokal semakin besar. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolektif untuk menjaga, mengembangkan, dan menyesuaikan nilai-nilai tersebut agar tetap relevan dalam kehidupan masyarakat masa kini.
Dengan menjaga dan mengamalkan kearifan lokal, kita tidak hanya merawat kebhinekaan tetapi juga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Sungguminasa 21 Februari 2025