Keinginan manusia untuk selalu menjadi pemenang merupakan sebuah kewajaran, sebab pada dasarnya manusia memang diciptakan Tuhan sebagai petarung. Manusia yang hidup saat ini adalah para juara yang telah memenangkan sebuah kompetisi untuk menjadi manusia di antara milyaran sel yang juga ingin menjadi manusia. Itulah sebabnya, dalam sebuah kompetisi, mereka yang kalah umumnya berapologi dan mencari alasan tentang kekalahan mereka, karena pada hakikatnya mereka tidak mau kalah.
Sejak beberapa bulan lalu, dan menjelang hari pemilihan kepala daerah, para calon begitu intens berdoa. Ada yang berdoa secara pribadi di setiap usai salat, bahkan mungkin ada yang bangun salat tahajjud di malam hari. Ada juga doa yang dilakukan secara massal dengan mengundang para ustadz, majelis zikir atau anak yatim. Tentu saja isi doanya agar calon tersebut keluar sebagai pemenang. Uniknya, terkadang ustadz, majelis zikir atau anak yatim yang diundang adalah mereka yang juga pernah diundang oleh kontestan lainnya. Ada doa yang diminta sebagai imbalan jasa sang calon. Ketika para calon berkunjung ke suatu daerah atau tempat, umumnya mereka memberi bantuan, apakah sumbangan sembako, atau uang untuk pembangunan mesjid, sekolah, jembatan atau jalan. Tidak lupa sang calon itu berkata kepada masyarakat…tolong doakan saya. Doa yang dimaksud tentu doa kemenangan sang calon.
Dalam konteks agama, berdoa dalam hal kebaikan memang dianjurkan. Allah berfirman dalam QS. “Berdoalah kalian niscaya Aku kabulkan”… Atas dasar inilah umat beragama berdoa kepada kepada Allah meminta apa yang dia inginkan. Hanya saja dalam praktiknya, aktivitas berdoa tidak dilakukan seperti apa yang dianjurkan Rasulullah saw.
Sebagian ulama membagi kepada dua jenis. Pertama, doa eskatologis yaitu jenis doa yang isinya berkaitan dengan permohonan ampunan atas segenap dosa yang dilakukan agar terhindar dari siksa api neraka serta permohonan agar Tuhan berkenan memasukkan ke dalam surga, atau doa supaya Tuhan melapangkan dada (sabar) jika diberi cobaan atau ujian. Doa seperti ini biasanya dilafalkan sambil mengangkat kedua tangan sebagai simbolisasi permohonan. Doa-doa semacam ini umumnya biasa ditemukan di dalam al-Quran dan cirinya diawali dengan ungkapan Rabbana, bukan allahumma. Kedua, doa kasbi yaitu jenis doa yang berkaitan erat dengan usaha manusia. Manusia dituntut untuk banyak berikhtiar (berusaha) sekuat tenaga untuk meraih keinginannya, seperti keinginan untuk lulus ujian, atau keluar menjadi pemenang sebagai walikota. Dalam konteks ini, berlaku sunnatullah atau hukum alam. Artinya meski manusia tidak melafalkan doa dan mengangkat tangan akan tetapi jika dia berusaha dan berjuang dalam koridor yang benar dan tepat, pada hakikatnya dia telah berdoa.
Doa Paslon
Setiap pertandingan atau perlombaan, berapapun jumlah pesertanya, yang keluar menjadi pemenang pertama atau juara I hanyalah satu orang (satu pasangan). Demikian pula kontestasi pilkada merupakan sebuah kompetisi untuk menentukan siapa yang layak dipilih oleh rakyat dan menjadi pemenangnya. Tentunya di antara pasangan tersebut, hanya satu pasangan yang keluar sebagai pemenang yang akan ditetapkan sebagai pemimpin kepala daerah. Artinya pasangan lainnya dipastikan kalah dalam pertarungan. Mereka yang kalah, doanya belum dikabulkan Tuhan.
Kemenangan dalam sebuah kompetisi terkait erat dengan doa kasbi, bukan doa eskatologis seperti yang sering dipahami oleh masyarakat umum. Artinya keterpilihan (elektabilitas) seseorang sangat ditentukan oleh kualitas usaha dan kepribadiannya. Karena kemenangan dan kekalahan masih bersifat fifty-fifty, sementara yang menjadi pemenang hanya satu pasangan, maka untuk hari-hari terakhir ini, seharusnya para calon lebih banyak melakukan doa eskatologis, yaitu doa yang intinya agar Tuhan memberi kesabaran dan ketabahan jika hasil akhir pilwali tidak sesuai dengan keinginannya. Karena itu, saya menyarankan paslon kepala daerah mengintensifkan doa eskatologis, baik secara individu maupun kelompok agar Tuhan melapangkan dada dan diberikan mental yang kokoh jika harus menerima kekalahan.
Fakta telah berbicara, di negeri ini begitu banyak mereka yang berambisi menjadi pemenang dalam perhelatan pilkada, mengeluarkan banyak biaya tetapi gagal. Di antara mereka ada yang stress, depresi, dan mengalami gangguan mental lainnya. Ini mungkin terjadi karena di kepala mereka yang bertarung telah tertanam mindset bahwa mereka harus sukses dan menang. Padahal dalam setiap perhelatan, setiap calon berpotensi untuk kalah, dan yang selalu sukses dan menang hanyalah tim sukses dan tim pemenangan.
Menyadari pentingnya kesabaran dalam menghadapi kekalahan, sebuah lembaga pendidikan di Amerika Utara selalu mengajarkan doa kesabaran kepada anak didiknya sebelum melaksanakan sebuah kompetisi, bukan doa kemenangan. Bagi mereka menang bukan berarti selalu nomor satu, tetapi kemampuan melakukan setiap kompetisi secara fair dan jujur. Dalam kaitan ini, para calon juga harus mengerti bahwa seandainya mereka mengalami kekalahan, bukan Tuhan tidak mengasihi mereka, tetapi justeru merupakan bentuk kasih-sayangNya sebab Dia lebih tahu dan mengerti apa yang akan terjadi.
Hakikat kekalahan dalam sebuah kompetisi bukanlah kekalahan dalam sebuah reputasi, lalu merasa kehilangan harga diri, tetapi ini merupakan cara Tuhan untuk lebih memuliakan dan menyayangi hambaNya dengan cara menyelamatkannya dari jebakan kekuasaan dan kemegahan yang mungkin dapat membawa seseorang terjerumus ke lembah nestapa. Sejarah mencatat, betapa banyak penguasa, para raja jatuh dari singgasana kekuasaannya, hanya lantaran tak mampu mengendalikan diri dalam kekuasaanya. Oleh karena itu, agama mengingatkan kepada manusia agar senantiasa waspada terhadap harta (kekayaan dan kemegahan), wanita dan tahta kekuasaan.
Sungguminasa 21 November 2024