Hidup ini Pilihan

  • 11:30 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Jika seseorang terjatuh seperti buah kelapa atau buah mangga, itu adalah ketetapan Tuhan (qadha), bukan kehendak yang bersangkutan. Karena logikanya tidak ada seorang pun yang mau jatuh dari sebuah ketingggian.

Akan tetapi, menjatuhkan diri seperti kelapa atau menjatuhkan diri seperti jatuhnya buah mangga, itu adalah pilihan. Dalam kenyataannya memang ada orang yang sengaja menjatuhkan dari sebuah ketingggian. Mungkin karena dia mau mencoba kemampuan endurance, atau yang bersangkutan sedang depresi atau stres sehingga ingin mengakhiri hidup.

Hidup ini memang pilihan, baik pilihan karena keinginannya atau terpaksa memilih karena kelemahannya. Di sinilah teologi Asy'ariyah dan Mu'tazilah berbicara.

Berabad-abad lamanya kedua Mazhab ini membicarakan tentang fenomena kehidupan manusia, dan hingga sekarang masih menjadi sebuah diskursus yang tidak pernah berhenti dibicarakan, juga belum ada mengklaim secara pasti Mazhab mana yang lebih benar. Yang ada hanya adanya konsekuensi hidup dari sebuah pemahaman Mazhab teologis.

Meski demikian, para ulama Mazhab tersebut sepakat bahwa hidup Ini bukan tentang bagaimana cara jatuhnya seseorang di dalam kehidupan, tetapi tentang bagaimana cara menyikapi kejatuhan.

Jatuh atau kejatuhan bisa menjadi sebuah kehancuran, tapi bisa juga menjadi sebuah ujian untuk mengukuhkan keimanan. Orang yang memiliki mindset yang bagus dan cara pandang hidup optimis, selalu melihat kejatuhan sebagai sebuah awal kembali untuk menapaki tangga-tangga kesuksesan. Akan tetapi, bagi mereka yang pesimis dan memiliki mindset yang buruk, kejatuhan merupakan sebuah kehancuran.

Ibnu Sina pernah berkata, suasana kebatinan manusia sangat menentukan kualitas kehidupan apakah dia merasa bahagia atau merasa menderita. Ini semua tergantung dengan sikap dan cara manusia menyikapi sebuah kondisi eksternum yang terjadi di luar kontrol internum. Dalam sejarah perjalan pemikiran manusia, hadir kelompok stoicism yang mengajarkan manusia untuk fokus kepada faktor internal bukan sibuk memikirkan faktor eksternal yang berada di luar jangkauan kemampuan. Kelompok ini berpendapat jika manusia ingin bahagia, maka berpikir ke dalam, bukan berpikir keluar untuk memikirkan objek yang tidak mampu dikendalikan. Manusia adalah pemimpin dan pemilik kerajaan dirinya. Dia yang memimpin dan menentukan segala peta kehidupannya. Tinggal memilih mau ke arah mana?

Kuala Lumpur 20 Mei 2024