Sudah menjadi pemandangan umum, di setiap shalat ied di lapangan usai, sampah kelihatan berserakan mulai dari sampah koran yang dijadikan sebagai alas duduk, hingga bekas minuman. Meski Islam sangat menekankan pentingnya kebersihan, namun nilai ini tampaknya masih sebatas harapan yang belum dapat diaktualisasikan secara maksimal. Umat Islam belum menjadikan fitrah kesucian dan kebersihan sebagai sebuah karakter dalam kehidupan.
Fenomena semacam ini tampak pula ketika masyarakat berbondong-bondong melaksanakan salat Ied (Fitri dan Qurban) di lapangan. Mereka membawa atau membeli koran-koran bekas lalu menghamparkannya di tanah sebagai alas duduk. Orang-orang ini tampak khusyu mengumandangkan takbir, tahlil, tasbih dan tahmid, mengagungkan kebesaran Allah. Mereka seakan larut dalam sebuah pusaran spiritualitas yang dapat menghantarkan mereka lebih dekat lagi kepada Sang Pencipta. Tidak jarang air mata menetes ketika kumandang takbir menggema ke seluruh jagad semesta.
Sayangnya, kesadaran semacam ini terkadang sangat temporer, hanya di saat seseorang duduk di atas sajadah. Buktinya, setelah perayaan Ied (salat dan khutbah) usai, mereka pun langsung meninggalkan lapangan/jalan raya yang dipakai salat tanpa peduli dengan sampah-sampah koran yang mereka tinggalkan.
Alangkah indahnya, jika setiap individu yang menggunakan koran untuk alas duduknya dengan penuh kesadaran melipat dan membawa kembali koran tersebut, lalu diletakkan di tempat yang telah disiapkan (jika ada). Jika tidak tersedia tempatnya, silakan bawa ke rumah masing-masing sehingga tidak mengotori lapangan. Mungkin sebagian orang berkata: ”ahh biarin aja..., kan ada panitianya yang membersihkan”. Kalimat ini tidak salah, tetapi tidak mencerminkan karakter muslim yang baik. Beragama bukan sekadar amaliah ritual, tetapi aktivitas fungsional yang menghadirkan karakter mulia. Itulah sebabnya Nabi bersabda: ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”.
Yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah sampah batiniah (hati). Hati manusia ibarat lapangan besar yang tumbuh di atasnya rumput-rumput (bunga-bunga) yang indah. Di dalamnya tumbuh ”bunga-bunga” kasih sayang, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, kepedulian, kedisiplinan, kerjasama, keramahtamahan, dan lain-lain. Akan tetapi, jika lapangan tersebut tidak dijaga dan dirawat, akan tumbuh rumput-rumput liar dan sampah-sampah akan menghiasai lapangan yang dapat membuatnya menjadi sempit, gersang dan tidak lagi indah.
Demikianlah perumpamaan hati manusia. Keindahan berlebaran atau beridul fitri bukan disebabkan oleh banyaknya parcel, indahnya baju atau songkok baru, tetapi terletak pada kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan nilai fitrah dalam kehidupan. Saling memaafkan, menghargai dan saling menolong merupakan nilai fitrah yang harus ditumbuhkan. Itulah sebabnya di hari mulia itu, manusia disuruh untuk mengeluarkan zakat fitrah sebagai simbol kepedulian dan dianjurkan untuk saling mengunjungi sebagai simbol kasih sayang dan persaudaraan.
Bangsa yang besar ini akan mengalami kerusakan jika sampah-sampah batiniah seperti dendam, iri hati, dengki, ketidakjujuran, ketidakadilan, tidak disingkirkan jauh-jauh baik dalam kehidupan individu, bermasyarakat maupun bernegara. Bangsa ini memerlukan sebuah kedewasaan, yaitu suatu sikap di mana setiap individu secara sadar dapat mengaktualisasikan nilai-nilai fitrah dalam kehidupan untuk mewujudkan sebuah kesadaran kolektif dan holistik dalam kehudupan berbangsa dan bernegera demi terwujudnya sebuah bangsa yang berkarakter.
Selamat Idul Fitri 1445 H, minal aidin walfaidzin, mohon maaf lahir batin.