Mulia indah cantik berseri
Kulit
putih bersih merah di pipimu
Dia
Aisyah putri Abu Bakar
Istri
Rasulullah
Aisyah
Romantisnya
cintamu dengan Nabi
Dengan
Baginda kau pernah main lari-lari
Selalu
bersama hingga ujung nyawa
Kau di
samping Rasulullah…
Secuil lirik indah dari lagu Aisyah
yang pernah dilantunkan Nisa Sabyan, demikian viralnya sehingga menginspirasi
para netizen dan fans grup Sabyan untuk mencari tahu siapa Aisyah sebenarnya.
Ada juga suara-suara ‘keras’ yang keberatan dengan lirik lagu itu, dan
menganggap sebagai pelecehan kepada Nabi Muhammad. Mereka lupa bahwa fakta
sejarah memang mencatat bahwa, di antara istri-istri Nabi, ada seorang wanita
belia berumur sangat muda, belasan tahun yang tentunya masih memiliki
sifat-sifat ‘manja’ dan kebeliaan, sebagaimana laiknya anak-anak gadis abg pada
masanya. Dialah Aisyah putri Abu Bakar.
Berbeda dari para istri Nabi yang
lain, Aisyah memiliki keistimewaan tersendiri, yang membuatnya layak untuk
dimuliakan, lebih dari sekedar sebagai tema lagu Nisa Sabyan. Aisyah menjadi
istri muda Nabi, bukan atas keinginan dan hasrat beliau. Rasulullah menikahi
Aisyah atas dasar ‘instruksi’ dari Allah yang diilhamkan melalui malaikat
Jibril, yang pada saat itu di Mekah, Aisyah masih berusia kanak-kanak.
Apa hikmah dari balik itu? Aisyah
adalah pahlawan syariat Islam. Aisyah adalah wanita muda, energik dan cerdas
yang mendampingi Rasulullah membangun masyarakat muslim pertama dengan syariat
dari Allah swt. Tanpa Aisyah, banyak ilmu dan sumber hukum Islam yang tidak
terekam dan sampai kepada kita. Satu sumber menyebutkan bahwa ada 299 sahabat
Nabi yang meriwayatkan hadis dari Aisyah. Ini bukti bahwa Aisyah adalah salah
satu rawi dan penghafal hadis Nabi saw.
Lantas siapa Khadijah? Kita mengenal
Khadijah sebagai istri pertama Rasululllah yang setia mendampingi beliau di
kala dalam perjuangan dakwah dan penderitaan menghadapi siksaan kaum kafir
Quraisy. Pada awalnya kaya raya, tetapi kemudian hartanya habis untuk mendukung
dakwah suaminya sebagai rasul. Khadijah bukan wanita muda dan tidak semanja
dengan Aisyah. Namun, Khadijah juga adalah pemimpin para wanita di surga kelak.
Satu ketika di Mekah, Rasulullah
masuk ke dalam rumahnya dan mendapati Khadijah sedang menggiling gandum dengan
tangannya yang sudah rapuh akibat usia tua. Ada tetesan-tetesan air mata yang
jatuh ke dalam penggilingan gandum tersebut. Rasulullan berkata, “Wahai istriku
Khadijah, mengapa engkau menangis? Apakah engkau menyesal dengan keadaan ini
semua? Menyesal bersuamikan seorang nabi yang akhirnya membuatmu miskin papa
seperti sekarang ini?”
Apa jawab Khadijah, sambil menyeka
air matanya, “Wahai suamiku Muhammad rasulullah. Saya tidak menangis karena
menyesal menjadi istrimu . Saya tidak menangisi hartaku yang habis dan menjadi
miskin papa karena membantu dakwahmu dan sahabat-sahabatmu.” Nabi bertanya,
“Lantas, apa yang membuatmu bersedih, wahai Khadijah?” Khadijah terdiam lalu
menjawab, “Saya menangis dan bersedih wahai suamiku, karena saya masih sangat
ingin membantumu dan menyerahkan seluruh hartaku di jalan Allah, tapi…hari ini
yang tersisa tinggal tubuh tua dan penggilingan gandum ini. Sudah habis dan
tidak ada lagi”
Rasulullah ikut menangis dan meraih
tangan istrinya Khadijah, membuka telapak tangannya yang lecet berdarah akibat
batu penggilingan yang kasar, dan berkata, “Khadijah istriku, pandanglah
telapak tanganmu, itulah tempatmu nanti di surga.” Khadijah melihat istana yang
sangat indah di telapak tangannya. Khadijah mengangkat wajahnya, tersenyum
bahagia memandang suaminya. Tidak lama berselang, Khadijah wafat meninggalkan
kedukaan yang amat mendalam di hati Rasulullah.
Masih adakah wanita-wanita seperti
Khadijah dan Aisyah di era milenial sekarang ini?