Rekonstruksi Fikih

  • 10:47 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Sudah menjadi pemandangan umum di subuh Ramadhan di kota Makassar dan sekitarnya, anak-anak remaja memanfaatkan ruas jalan raya untuk mengadakan balapan liar yang sangat membahayakan keselamatan dirinya dan pengguna jalan lainnya. Begitu pula begitu banyak pengendara motor yang pergi ke masjid untuk tarawih tidak menggunakan helm, belum lagi arogansi pengantar jenazah yang menguasai hampir semua ruas jalan dan kadang melakukan terror terhadap pengguna jalan lainnya. Semua ini sejatinya harus menjadi refleksi bagi para ilmuan/cendikiawan muslim untuk melakukan rekonstruksi hukum terkait atura/fikih lalu lintas. Selama ini semua jenis pelanggaran lalu lintas tidak pernah dibahas dalam fikih Islam, sehingga umat Islam menganggap bahwa persoalan berlalu lintas hanya pada persoalan aktivitas yang tidak ada kaitannya dengan ajaran agama. 

Urgensi Rekonstruksi Fikih

Fikih merupakan sebuah disiplin ilmu keislaman yang mengatur tata kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, lingkungan maupun dengan sesama manusia. Karena fikih menjadi landasan kehidupan beragama, maka materi ini dipandang sangat urgen, dan karenanya diajarkan sejak SD/MI hingga perguruan tinggi, meskipun dengan materi yang berulang-ulang. Karena itu tidak heran, masyarakat Indonesia termasuk masyarakat fiqh oriented, yang seringkali menyandarkan kehidupan keagamaannya pada halal-haram, atau wajib, sunat, makruh atau mubah. Ukuran perbuatan dalam kehidupan harus diukur dengan standar kaidah hukum ini.

Nurcholis Madjid (2004) menyatakan Fikih dan ilmu fikih beserta fundamen-fundamennya  dianggap oleh sebagian pengkaji fikih telah matang. Karena “kesempurnaannya”, tugas seorang ahli fikih hanya dibatasi pada upaya mengadopsi, mengakomodasi dan melanjutkan pemikiran dan mazhab yang dihasilkan para ulama terdahulu. 

Lebih lanjut Nurcholis menyatakan, sejumlah kitab fikih yang diajarkan di berbagai perguruan tinggi Islam, pesantren atau sekolah keagamaan, pada umumnya hanya membacakan kembali kitab-kitab fikih yang ditulis pada ulama beberapa  abad yang silam. Hampir tidak ditemukan sebuah studi plus, yang tidak hanya membacakan tetapi lebih jauh menyoal atau mempertanyakan kembali secara kritis doktrin fikih yang ditulis oleh para ulama terdahulu. Menurut Nurcholis, mereka hanya memproduksi pandangan fikih klasik dan tidak membuat pandangan fikih alternatif yang relevan dengan konteks kekinian. 

Menurut Hasan Turabi (2003), mestinya fikih harus berkembang sesuai dengan konteks dan zaman. Hal ini disebabkan produk Usul Fikih dalam tradisi pemikiran fikih klasik masih bersifat sangat abstrak dan teoretis yang  tidak mampu melahirkan pemahaman komprehensif dan justeru melahirkan perdebatan (khilafiyah) yang tak kunjung berakhir. Menurutnya, fikih yang ada masih berkutat pada ijtihad dalam persoalan ibadah ritual dan masalah kekeluargaan, sementara persoalan ekonomi dan kenegaraan belum memiliki kajian fikih yang komprehensif.

Karena itu, memperbaharui fikih dalam konteks kekinian merupakan sebuah keharusan, sebab fikih bukanlah nas/teks suci yang tidak dapat diganggu-gugat. Fikih hanya sebuah produk ijtihadi dan konstruksi  pemikiran atau pemahaman dari seorang atau beberapa ulama dalam menyikapi fenomena kehidupan dari sebuah zaman.  

Di zaman para imam mazhab, kondisi lalu lintas seperti jalan raya dan sarana transportasi lainnya tentu tidak seperti sekarang ini. Saya berkeyakinan jika para imam mazhab (fikih) masih hidup dan melihat kompleksitasnya lalu lintas di abad ini, mereka tentu akan berijtihad melahirkan fikih baru yang berkaitan dengan lalu lintas.

Untuk menghasilkan formulasi fikih lalu lintas, diperlukan upaya sungguh-sungguh dari tiga lembaga yang berkompeten negeri ini untuk duduk bersama merumuskan fikih lalu lintas. Tiga lembaga tersebut adalah; a) Pemerintah, b) para cendikiawan/tokoh agama, dan c) Aparat  yang berwenang (polisi dan dinas perhubungan). Fikih ini kemudian diajarkan sejak pendidikan dasar hingga menengah agar tumbuh sebuah kesadaran masyarakat untuk menaati peraturan lalu lintas. 


Selamat menunaikan ibadah puasa.