Makassar, 30 Oktober 2025 — Sejumlah mahasiswa Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam (SPI) Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar turut berpartisipasi dalam Seminar Kajian Koleksi Museum Mandala Diorama 3 & 4 Lantai 2 yang berlangsung di Aula Monumen Mandala Pembebasan Irian Barat, Kota Makassar. Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara Museum Mandala dan Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan.
Seminar
yang dimulai pukul 08.00 WITA ini mengangkat tema kajian mendalam terhadap isi
dan makna diorama di lantai dua Museum Mandala, khususnya Diorama 3 dan 4 yang
menggambarkan perjuangan pembebasan Irian Barat. Kegiatan tersebut bertujuan
memperkuat pemahaman sejarah nasional sekaligus menumbuhkan kesadaran generasi
muda akan pentingnya melestarikan nilai perjuangan bangsa.
Suasana
kegiatan berlangsung tertib dan penuh semangat. Aula museum tampak dipenuhi
peserta dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, pendidik, staf museum, dan
masyarakat umum yang memiliki minat terhadap sejarah Indonesia. Spanduk
bertuliskan “Seminar Kajian Koleksi Museum Mandala Diorama 3 & 4 Lantai 2”
terpajang di depan ruangan, menambah kesan akademik dan historis pada acara
tersebut.
Kegiatan
dibuka secara resmi oleh perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan
Provinsi Sulawesi Selatan, yang dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas
antusiasme para peserta, khususnya mahasiswa. “Museum bukan hanya tempat
penyimpanan benda bersejarah, melainkan ruang edukatif yang menghubungkan masa
lalu dengan generasi masa kini,” ujarnya. Ia berharap seminar seperti ini dapat
terus dilaksanakan sebagai bagian dari pelestarian sejarah bangsa.
Para
narasumber kemudian memaparkan materi yang membahas detail setiap diorama,
mulai dari proses kreatif pembuatannya hingga makna yang terkandung di
dalamnya. Diorama 3 dan 4 dianggap memiliki nilai historis tinggi karena
menggambarkan perjuangan diplomasi dan militer dalam pembebasan Irian Barat —
salah satu momen penting dalam sejarah nasional Indonesia.
Mahasiswa
SPI tampak aktif mengikuti sesi diskusi. Mereka mengajukan sejumlah pertanyaan
kritis mengenai peran museum dalam pendidikan sejarah dan strategi untuk
menarik minat generasi muda di era digital. Para narasumber menegaskan
pentingnya inovasi dalam penyajian informasi sejarah, seperti pemanfaatan
teknologi digital, augmented reality, dan narasi interaktif yang dapat
memperkuat minat masyarakat terhadap museum.
Kehadiran
mahasiswa SPI dalam kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang pembelajaran di luar
kampus, tetapi juga bentuk nyata implementasi kurikulum yang menekankan
pentingnya literasi sejarah dan pelestarian budaya bangsa. Dengan mengikuti
kegiatan ini, mahasiswa diharapkan dapat memperluas wawasan historis, memahami
nilai-nilai perjuangan nasional, serta menumbuhkan rasa bangga terhadap warisan
sejarah Indonesia.

