Banyak keluhan terhadap UN mendapatkan tanggapan Rektor Universitas Islam Negeri Allauddin Makassar dan Koordinator Provinsi USAID PRIORITAS. Prof. Dr. A Qadir Gassing, HT MS berpendapat bahwa kualitas pendidikan di tiap daerah berbeda, dan tiap daerah memiliki konteks masing-masing. “Kalau naskah Ujian Nasional (UN) yang diselenggarakan untuk siswa-siswa di Papua dan di Jakarta sama, maka itu tidak memenuhi syarat keadilan,” ujarnya. Lebih lanjut, dia mengatakan ujian sekolah harusnya disesuaikan dengan konteks daerahnya. Pendidikan yang seragam telah mengakibatkan siswa-siswa menjadi terisolasi dengan lingkungannya. “Anak-anak nelayan, ketika lulus dari sekolah, tidak tahu menjadi nelayan yang baik, demikian juga petani. Bahkan di masa depan mereka tidak bisa menjadi bagian pemecah masalah dari problema-problema yang melanda daerahnya,”
Di hadapan 92 Peserta ToT Fasiitator untuk SMP/MTs Untuk Modul II USAID PRIORITAS yang dilaksanakan di hotel M regency (18/5), dia mengusulkan agar UN diselenggarakan oleh pemerintah tingkat provinsi atau setidaknya perkawasan. “Kawasan Timur Indonesia ini bisa dijadikan tiga kawasan, yang masing-masing memiliki standar yang berbeda, ditentukan oleh konteks daerahnya,” Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa di era otonomi ini, adanya UN yang seragam juga bisa mendorong kepala daerah berbuat tidak jujur. Karena tidak mau dianggap tidak mampu meningkatkan mutu pendidikan di daerah kewenangannya, Kepala Daerah bisa meminta secara sembunyi-sembunyi kepada dinas agar memerintahkan guru-guru membantu para siswa menjawab soal-soal ujian.” Dia menyitir banyaknya fenomena guru-guru yang membantu siswa menjawab soal-soal UN dan kecurangan itu bisa saja dikoordinasikan dengan atasan.
Sambil menyitir kembali fenomena-fenomena, Jamaruddin, Provincial Coordinator USAID PRIORITAS, menegaskan adanya fenomena ketakutan dan ketidakpercayaan diri dalam siswa. Para siswa-siswa melakukan doa dulu bersama-sama sebelum ujian, mengadakan istigosah sambil menangis. Dia membaca ada ketakutan siswa secara massal menghadapi UN. “Seakan-akan pengajaran yang dilakukan selama tiga tahun, belum cukup untuk menjawab soal-soal UN tersebut. Secara mental mereka merasa belum siap, mereka kehilangan kepercayaan diri untuk bisa menjawab, ” lanjutanya. Menurutnya, beberapa faktor bisa menyebabkan hal demikian. Pertama; guru tidak bisa mengajar dengan baik dan tidak mampu menyuntikkan rasa percaya diri pada siswa.” Kita membutuhkan guru-guru yang mampu menjadi tauladan bagi siswa. Para guru itu tidak hanya mengajar saja. Tapi mampu menjadi motivator dengan memberi contoh, sehingga guru harus menjadi inspiring teacher.” Dia berharap pelatihan USAID PRIORITAS akan melahirkan guru-guru yang mampu menumbuhkan karakter siswa yang percaya diri.
Pelatihan USAID PRIORITAS ini dihadiri oleh fasilitator daerah yang berasal dari lima Kabupaten; Wajo, Maros, Bantaeng, Enrekang, dan Sidrap. Setelah mereka kembali dari pelatihan yang berlangsung selama delapan hari ini, mereka akan menjadi fasilitator pelatihan dan pendampingan program pembelajaran dan manajemen berbasis sekolah bagi sekolah mitra maupun non mitra USAID PRIORITAS yang ada di daerah-daerah tersebut. Pembelajaran yang dimodelkan oleh USAID PRIORITAS adalah pembelajaran kelas dunia dengan mendorong siswa untuk menjadi aktif, inovatif dan kreatif. Para guru tidak hanya satu-satunya sumber, tapi siswa dituntun untuk berani dan percaya diri memecahkan masalah-masalah yang mengelilinginya. USAID PRIORITAS juga melatihkan dan mendampingi penyusunan Rencana Kerja Sekolah dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah) di sekolah mitra maupun sekolah non-mitra.