Gowa, 19 September 2024 –
Budayawan, dosen, dan mahasiswa dari berbagai kampus menghadiri acara puncak
dari rangkaian kegiatan Rihla Budaya yang berlangsung selama tiga hari di
Sulawesi Selatan termasuk mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Alauddin
Makassar ikut berpatisipasi. Seminar ini mengangkat tema “Telusur Manuskrip di
Sulawesi Selatan: Cahaya Nabi dalam Naskah Sulawesi”, yang bertujuan untuk
mengkaji lebih dalam warisan manuskrip keagamaan di wilayah ini. Kegiatan ini
menjadi wadah bagi akademisi dan peneliti untuk memperkenalkan serta
memperdalam studi terhadap manuskrip Sulawesi yang memiliki nilai historis
tinggi.
Acara yang dimoderatori oleh Husnul
Fahima Ilyas, seorang mahasiswa bimbingan Prof. Oman Faturrahman, M.Hum,
menghadirkan sejumlah pemateri terkemuka. Prof. Oman, sebagai Guru Besar Ilmu
Filologi, menyampaikan bahwa Indonesia masih kekurangan ahli filologi dalam
membaca manuskrip Bugis. Ia bahkan mengakui kesulitan pribadi dalam memahami
naskah-naskah tersebut. “Kita di Indonesia kekurangan ahli filologi dalam
membaca manuskrip Bugis, bahkan saya sendiri agak kesulitan. Untungnya ada Ibu
Husnul Fahima Ilyas yang lancar dalam membacanya,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Prof.
Oman juga berbagi pengalaman pribadi selama mengikuti Rihla Budaya, terutama
ketika menemukan dan membaca manuskrip Rate’ di Cikoang. Menurutnya, meskipun
ia telah membaca banyak manuskrip, membaca teks Rate' tetap memberikan
pengalaman emosional yang mendalam. Ia juga menyebutkan bahwa banyak manuskrip
belum diungkap, termasuk satu lemari manuskrip yang ditawarkan oleh masyarakat
di Pangkep.
KH. Helmi Ali Yafie, penyimpan
manuskrip karya Syekh Zainal Abidin, turut menjadi pemateri dan menyampaikan
pandangannya tentang adanya distorsi sejarah dalam garis ulama di Sulawesi
Selatan. Menurutnya, terdapat keterputusan generasi ulama dari abad ke-17
hingga abad ke-20 yang perlu diungkap agar masyarakat lebih memahami peran
mereka dalam penyebaran Islam di Sulawesi.
Selain itu, Ir. Fadli Ibrahim
Surur, ST. MT., yang juga berpartisipasi dalam dialog ini, menekankan pentingnya
mengkaji manuskrip-manuskrip terdahulu. Meskipun bukan berasal dari latar
belakang sejarah atau filologi, ia merasa terpanggil untuk mempelajari
manuskrip tersebut dan berharap generasi muda, terutama mahasiswa, lebih aktif
menjadikannya sebagai bahan penelitian.