Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam Ikut Berpatisipasi pada Seminar Budaya Manuskrip Sulawesi Selatan

  • 23 September 2024
  • 08:45 WITA
  • Administrator
  • Berita

Gowa, 19 September 2024 – Budayawan, dosen, dan mahasiswa dari berbagai kampus menghadiri acara puncak dari rangkaian kegiatan Rihla Budaya yang berlangsung selama tiga hari di Sulawesi Selatan termasuk mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Alauddin Makassar ikut berpatisipasi. Seminar ini mengangkat tema “Telusur Manuskrip di Sulawesi Selatan: Cahaya Nabi dalam Naskah Sulawesi”, yang bertujuan untuk mengkaji lebih dalam warisan manuskrip keagamaan di wilayah ini. Kegiatan ini menjadi wadah bagi akademisi dan peneliti untuk memperkenalkan serta memperdalam studi terhadap manuskrip Sulawesi yang memiliki nilai historis tinggi.

Acara yang dimoderatori oleh Husnul Fahima Ilyas, seorang mahasiswa bimbingan Prof. Oman Faturrahman, M.Hum, menghadirkan sejumlah pemateri terkemuka. Prof. Oman, sebagai Guru Besar Ilmu Filologi, menyampaikan bahwa Indonesia masih kekurangan ahli filologi dalam membaca manuskrip Bugis. Ia bahkan mengakui kesulitan pribadi dalam memahami naskah-naskah tersebut. “Kita di Indonesia kekurangan ahli filologi dalam membaca manuskrip Bugis, bahkan saya sendiri agak kesulitan. Untungnya ada Ibu Husnul Fahima Ilyas yang lancar dalam membacanya,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Oman juga berbagi pengalaman pribadi selama mengikuti Rihla Budaya, terutama ketika menemukan dan membaca manuskrip Rate’ di Cikoang. Menurutnya, meskipun ia telah membaca banyak manuskrip, membaca teks Rate' tetap memberikan pengalaman emosional yang mendalam. Ia juga menyebutkan bahwa banyak manuskrip belum diungkap, termasuk satu lemari manuskrip yang ditawarkan oleh masyarakat di Pangkep.

KH. Helmi Ali Yafie, penyimpan manuskrip karya Syekh Zainal Abidin, turut menjadi pemateri dan menyampaikan pandangannya tentang adanya distorsi sejarah dalam garis ulama di Sulawesi Selatan. Menurutnya, terdapat keterputusan generasi ulama dari abad ke-17 hingga abad ke-20 yang perlu diungkap agar masyarakat lebih memahami peran mereka dalam penyebaran Islam di Sulawesi.

Selain itu, Ir. Fadli Ibrahim Surur, ST. MT., yang juga berpartisipasi dalam dialog ini, menekankan pentingnya mengkaji manuskrip-manuskrip terdahulu. Meskipun bukan berasal dari latar belakang sejarah atau filologi, ia merasa terpanggil untuk mempelajari manuskrip tersebut dan berharap generasi muda, terutama mahasiswa, lebih aktif menjadikannya sebagai bahan penelitian.